Ben dan Jodi
(sebuah cuplikan cerpen serat dengan ide,
yang diusulkan untuk di filmkan dalam Filosofi Kopi ke 2)
oleh: missy aruma
imam budiarso
oleh: missy aruma
imam budiarso
Tio pagi ini di gubuk keheranan,
karena pacul Almarhum Pakde Seno yang biasa dipakai Ben, sudah berubah bentuk.
Pacul yang gagangnya biasa dekil itu menjadi telalu halus dan bersih untuk
sebuah cangkul. Malah pada bagian atas dan bawah sepanjang 20 cm dari pacul itu
diberikan semacam pelindung karet berwarna hitam. Pacul ini kok kelihatan
mewah, ada stikernya lagi, jadi kayak tongkat besball? Tio bergumam. Lalu
matanya melirik ke sudut gubuk. Dia bertambah heran lagi dengan tumpukan bekas
botol air mineral plastik. Untuk apa ini? Herannya.
Dicarinya Ben. Orang itu semenjak sudah bisa mengatur irama bertani dan terlatih secara fisik, banyak sekali idenya.
Dicarinya Ben. Orang itu semenjak sudah bisa mengatur irama bertani dan terlatih secara fisik, banyak sekali idenya.
Ben berada bersama petani lain
ditengah kebun kopi yang tempatnya diset dengan banyak tempat duduk dari
gelondongan kayu dengan cara melingkar. Mereka duduk agak rendah hampir seperti
jongkok. Dimana ditengah-tengahnya adalah tungku batu kali yang berisi ceret
air yang sedang dimasak.
Ada tujuh petani disana bersama Ben. Mereka tertawa-tawa menunggu kopi sambil ngobrol, tapi dari cara bicara yang didengar Tio, Ben seperti punya misi. Misi dari seorang master kopi.
Ada tujuh petani disana bersama Ben. Mereka tertawa-tawa menunggu kopi sambil ngobrol, tapi dari cara bicara yang didengar Tio, Ben seperti punya misi. Misi dari seorang master kopi.
Ben duduk ditengah lingkaran untuk menempatkan dirinya sebagai pelayan
buat tujuh petani dengan imajinasi sedang memasak air. Itu dilakukan agar para
petani yang rendah hati merasa nyaman bersama Ben. Sengaja juga dia siapkan
ceret dan tungku api ditengah lingkaran, sebenarnya itu alasan agar Ben jadi
pusat perhatian. Ben ingin bicara pada mereka tapi sebagai teman dengan bahasa
teman. walalupun Ben mempunyai misi, misi itu tidak disampaikannya secara
langsung, tapi para petani itu diajaknya untuk menikmati suasana kebun kopinya. Sesukanya tanpa beban. Itu juga kenapa dia membuat pacul terlihat lebih actual
ketimbang konvensional. Itu juga kenapa dibeberapa tempat Ben menggantungkan
genta angin yang selalu berbunyi bila terhembus angin: karena di sana Ben
berharap ada keakraban dan lebih jauh ada pertanyaan dari mereka.
Kalau itu terjadi, Ben sebenarnya sedang mengajari mereka hidup layak dari bertanam kopi tiwus.
Kalau itu terjadi, Ben sebenarnya sedang mengajari mereka hidup layak dari bertanam kopi tiwus.
Lalu mereka diajak Ben kesebuah lokasi lain kebun kopi. Di sana terlihat
setiap tanaman kopi yang sudah rapih dan bersih itu terdapat satu botol air
mineral yang ditancapkan ke tanah dengan posisi terbalik. Di dalam botol
mineral itu terdapat air. Air itu sebagai pengganti hujan dan tenaga menyiram,
jadi Ben bisa menghemat tenaga bila musim kemarau tiba.
Tio mengerti.
Ben menulis dalam sebuah diary:
PELAJARAN KETIGA YANG SUDAH AKU DAPAT:
BERKEBUN ITU SENI.
BERKEBUN ITU SENI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar